Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh pada tanggal 21 Februari, diperingati tiap tahunnya untuk mengenang peristiwa kematian ratusan orang pada tahun 2005 yang diakibatkan oleh longsornya gunungan sampah. Sudah 17 Tahun lamanya, namun tak sedikit orang yang tahu mengenai peristiwa tersebut. Berikut ini sejarah dibalik peringatan HPSN, tujuan dan program yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia.
Sejarah Dibalik Peringatan HPSN
Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) merupakan peringatan atas peristiwa longsornya sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah yang terjadi pada tanggal 21 Februari 2005. Longsornya gunungan sampah di TPA Leuwigajah menimpa perkampungan warga di Cimilus dan Pojok, Jawa Barat.
Dalam peristiwa tersebut telah mengakibatkan sebanyak 157 orang meninggal. Adanya ledakan gas metana dari tumpukan sampah dan tingginya curah hujan berdampak pada longsornya tumpukan sampah dan mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Tidak hanya itu, kejadian tersebut pun akhirnya menghilangkan dua kampung yakni Cilimus dan Pojok dari peta. Hal tersebut sebagai akibat desa-desa tersebut telah tergulung oleh longsoran sampah dari TPA Leuwigajah.
Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) tersebut pun akhirnya mengingatkan banyak warga Indonesia bahwa persoalan sampah harus menjadi perhatian utama. Dibutuhkan peran dari seluruh komponen masyarakat untuk penanganan dan pengelolaan sampah agar tidak berdampak buruk pada lingkungan dan ekosistem.
Baca juga: Indonesia Darurat Sampah!
Tujuan Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2022
Sampah merupakan permasalahan utama terkait pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020. Jumlah sampah yang meningkat terus menerus menjadi gunung sampah tersebut pun tak mampu di tampung lama di TPA. Untuk itu, kesadaran dan kepedulian terhadap sampah perlu dimiliki oleh semua elemen. Selain kesadaran mengurangi jumlah sampah juga kepedulian untuk membantu melakukan pengelolaannya.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hari Peduli Sampah Nasional Tahun (HSPN) pada Tahun 2022 dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian dan kolaborasi semua elemen masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan perspektif iklim yaitu ketahanan ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakat. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: SE.1/MENLHK/PSLB3/PLB.0/1/2022 tentang Hari Peduli Sampah Nasional 2022, ditetapkan tema Peringatan HPSN Tahun 2022 yaitu, “Kelola Sampah, Kurangi Emisi, Bangun ProKlim”.
Saat ini, pengolahan sampah masih cenderung menggunakan sistem linear (kumpul-angkut-buang) yang berdampak penumpukan sampah hingga di ambang batas. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk segera merubah total menjadi sistem ekonomi sirkular. Namun, untuk mencapai sistem ekonomi sirkular tersebut sangat dibutuhkan dukungan semua warga baik dari berbagai elemen termasuk rumah tangga. Program Kampung Iklim (ProKlim) diharapkan mampu menggerakkan warga untuk peduli dan ikut berperan dalam pengelolaan sampah dari rumah masing-masing.
Baca juga: Isu Perubahan Iklim, Siapkah Kita Menghadapinya?
Gerakan Program Kampung Iklim (ProKlim)
Program Kampung Iklim (ProKlim) merupakan gerakan nasional pengendalian perubahan iklim yang sangat penting untuk menghimpun kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Melakukan aksi mitigasi iklim melalui pengelolaan sampah dengan 3 prinsip kegiatan (Reduce, Reuse, Recycle) bisa memberikan manfaat pada pembangunan ekonomi sirkular. Kementerian LHK telah menargetkan terbentuknya Kampung Iklim sejumlah 20.000 lokasi pada tahun 2024. Dan saat ini sudah terbentuk sekitar 3.000 desa yang menjalankan Proklim di seluruh Indonesia.
Merubah pengelolaan sampah dari sistem linear menjadi ekonomi sirkular merupakan langkah pemecahan yang tepat. Dengan sistem ekonomi sirkular pengelolaan sampah akan diproses diolah kembali agar bisa menjadi produk yang digunakan kembali dalam rumah tangga. Menjalankan 3R (Reduce, Reuse, Recyle) merupakan prinsip dari pelaksanaan sistem ekonomi sirkular pada pengelolaan sampah. Dan dalam prosesnya membutuhkan peran warga masyarakat, bank sampah dan terintegrasi dengan industri pendaur ulang.
Baca juga: Tingkatkan Tabungan dan Amalan Sedekah dengan Menjadi Nasabah Bank Sampah
Nilai Ekonomi Pengelolaan Sampah
Dalam proses daur ulang sampah melibatkan pengumpul, pemulung, bank sampah unit, bank sampah induk, hingga akhirnya sampah bisa masuk ke TPA. Menciptakan ekosistem pengumpulan sampah yang melibatkan masyarakat, khususnya rumah tangga sebagi penghasil sampah terbesar saat ini.
Pengelolaan sampah memiliki nilai ekonomi yang cukup besar bagi para pengumpul dan sektor industri, terlebih pada jenis sampah plastik. Salah satu contohnya, berdasarkan hasil riset dari SWI tahun 2021 diketahui total penghasilan di tingkat pengumpul (agregator) wilayah Jabodetabek berhasil mencapai Rp. 1 miliar per hari untuk daur ulang sampah jenis PET kemasan minuman ringan. Adapun jenis plastik yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi yakni air mineral gelas ataupun kemasan makanan, wadah bekas shampo, plastik sampah, botol minum, plastik saset, compact disk, pouch, dan jenis plastik lainnya. Dari satu jenis sampah saja bisa menghasilkan 1 miliar rupiah, belum jenis lainnya dan masih banyak sampah yang belum dikelola.
Dari sini dapat diketahui bahwa pengelolaan sampah dengan sistem ekonomi sirkular diatas bisa berdampak banyak, tidak hanya pada pengurangan tumpukan sampah, tapi juga meningkatkan pendapatan (nilai ekonomi) dan tentunya lapangan kerja baru.